Biografi Sahabat Nabi Zaid bin Haritsah
Sahabat Zaid bin Haritsah |
Nama lengkapnya ialah Zaid bin Haritsah bin Syarahil (atau Syurahbil) bin Ka'ab bin Abdil-Uzza bin Yazid bin Imri’il-Qais bin Amir bin an-Nu‘man. Zaid bin Haritsah berasal dari kabilah Kalb yang menghuni sebelah utara jazirah Arab.
Pada masa kecilnya, Ia diculik oleh sekelompok penjahat yang kemudian memasarkannya sebagai seorang budak.
Setelah menjadi seorang budak, kemudian dia dibeli oleh Hukaim bin Hisyam keponakan dari Khadijah. Oleh Khadijah, dia diberikan terhadap Nabi Muhammad S.A.W yang kemudian memerdekakan Zaid bin Haritsah.
Zaid sendiri, ialah salah satu orang yang pertama dalam memeluk agama Islam. Zaid menjadi sahabat sekaligus pelayan yang loyal (tawadzu') kepada Nabi Muhammad S.A.W .
Dia menikah dengan Ummi Ayman dan mempunyai putra yang bernama Usamah bin Zaid bin Haritsah.
Ketika beliau Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, Dia (Zaid bin Haritsah) meniru hijrah ke Madinah serta meniru tiap-tiap pertempuran dalam membela Islam.
Dalam Pertempuran Mu'tah, Zaid diangkat sebagai panglima perang dan dalam pertempuran inilah, dia mati syahid.
Zaid pada permulaan Islam mendapatkan nisbah nama kepada Nabi. Ia diberi nama Zaid bin Muhammad. Tetapi, Allah di kemudian hari menurunkan wahyu-Nya berupa Surah al-Ahzab ayat 5 yang menjelaskan bahwa buah hati-buah hati angkat konsisten mesti dipanggil dengan nama ayah kandung mereka, bukan ayah angkatnya. Sesudah itu, Zaid mengatakan, "Saya ialah Zaid bin Haritsah " Hal ini dianggap menurunkan Zaid dari derajat mulia yang disandangnya sebelumnya.
Oleh sebab itu, Allah memuliakan Zaid dengan menurunkan ayat di atas yang secara eksplisit menceritakan namanya.
Dikisahkan saat Zaid masih kecil, saat itu Ia dibawa oleh ibunya yang bernama Su’da binti Tsalabah pergi untuk mengunjungi keluarganya, Bani Ma’an.
Zaid bin Haritsah al Ka’by berasal dari kabilah Kalb yg menghuni sebelah utaranya jazirah Arab. Tidak lama saat mereka tinggal disana datanglah segerombolan orang berkuda dari Bani Qain, mereka menyerang juga merampok seluruh harta benda penduduk desa, seperti unta-unta mereka. Tak hanya itu, mereka juga menculik buah hati-buah hati desa. Termasuk Zaid bin Haritsah sendiri.
Usia Zaid saat itu baru menginjak 8 tahun. Para perampok menggiring Zaid ke pasar Ukaz dan memasarkannya terhadap para pembeli. Kesudahannya, Zaid dibeli oleh seorang ningrat dari bangsa Quraisy, Hakam bin Hazam bin Khuwalid, dia membelinya dengan harga 400 Dirham. Hakam juga membeli sebagian budak lainnya. Kemudian dibawanya pulang menuju Mekkah.
Sepulangnya di Mekkah, didatangilah Hakam oleh Khadijah binti Khuwalid untuk sekadar menyuarakan selamat datang, sebab Khadijah, yaitu bibi dari Hakam. Hakam berkata pada Khadijah supaya memilih salah satu dari budak-budak yang dia bawa sebagai hadiah untuk bibinya. Khadijah bahkan memeriksa budak-budak itu satu persatu, yang kemudian jatuhlah alternatif terhadap Zaid bin Haritsah.
Khadijah memperhatikan pada diri Zaid terdapat kepintaran dan kecerdikan, maka dibawalah budak yang bernama Zaid oleh Khadijah.
Singkat cerita, Khadijah menikah dengan Muhammad bin ‘Abdullah (saat itu beliau belum menjadi seorang Nabi). Terbesit Khadijah berharap menyenangkan suaminya dengan menghadiahkan sesuatu sebagai kenang-kenangan.
Sesudah menimbang-nimbang, Khadijah tak menemukan hadiah yg lebih bagus untuk suaminya, selain seorang budak yg mempunyai budi pekerti halus. Maka, Zaid bin haritsah kemudian dihadiahkan oleh Dewi Khadijah terhadap Rasulullah Saw.
Ketika beranjak dewasa, kemudian Zaid menikah dengan Ummu Ayman dan memiliki putra yg bernama Usamah bin Zaid bin Haritsah. Dia senantiasa meniru Rasulullah Saw termasuk hijrah ke Madinah, serta meniru di tiap-tiap pertempuran dalam membela islam. Akibatnya, Zaid bin Haritsah kerap kali disebut putranya Muhammad.
Meskipun mulanya Zaid dibeli Khadijah, kemudian menjadi budaknya dan tak lama diberikan kepada suaminya yaitu Nabi Muhammad Saw sebagai hadiah untuk menjadi kenang-kenangan, akan tetapi Rasulullah Saw mencintai Zaid dikarenakan dia mempunyai sifat-sifat yg terpuji.
Akan tetapi di daerah lain, ada seseorang yang merindukan Zaid, yakni ayahnya yg senantiasa mencari berita perihal kehilangan buah hatinya waktu dirampok saat itu.
Kesudahannya ayahnya menerima berita bahwa Zaid sudah berada di kediaman Muhammad dan Khadijah. Dia bahkan mendatangi Rasulullah Saw, memohon supaya beliau bersedia mengembalikan Zaid kepadanya walapun dia mesti membayar dengan harga mahal sekalipun. Karenanya, Nabi Muhammad bin Abdullah bahkan berkata “panggillah Zaid kesini, suruh Ia untuk memilih sendiri. Sekiranya bila dia memilih anda, maka, aku akan mengembalikan Ia kepada anda dengan tanpa tebusan sepeserpun. Tetapi sekiranya sebaliknya dia memilihku, Demi Allah saya tak akan mendapatkan tebusan & tak akan menyerahkan orang yg sudah memilihku”.
Sesudah mendengar perkataan Nabi Muhammad Saw, Haritsah bahkan tersentuh hatinya. Alangkah murah hatinya seorang laki-laki yg ada dihadapannya itu. Dia bahkan berujar “sungguh anda sudah menyadarkan kami dan anda bahkan sudah memberi keinsafan di balik kesadaran itu”.
Sesampainya Zaid dihadapan dengan ayah kandungnya dan ayah angkatnya, maka Nabi Muhammad bin Abdullah bertanya terhadap Zaid “tahukah engkau siapa orang ini?” “ya tahu, ini ialah ayahku, dan yang seorang lagi ialah pamanku” sebut Zaid.
Kemudian Nabi Muhammad Saw membeberkan kepadanya akan kebebasan dalam memilih, apakah dia akan ikut serta ayahnya atau ikut serta bersama dirinya. Tanpa pikir panjang, Zaid menentukan dan menjawab “tak ada orang pilihanku selain engkau! Engkaulah ayah dan engkaulah pamanku”
Mendengar jawaban hal yang demikian, Muhammad bin Abdullah terharu, menangis dan berterima kasih. Dituntulah Zaid menuju pelataran Ka’bah dimana saat itu orang-orang Quraisy sedang berkumpul. Muhammad menginfokan ke khalayak ramai “saksikanlah oleh kalian , diawali dari ini Zaid ialah anakku, yang nantinya menjadi spesialis warisku dan saya menjadi spesialis warisnya”.
Melihat demikian, Haritsah sang ayah aslinya menerima kegembiraan, dia menikmati buah hatinya telah merdeka juga tanpa ada tebusan dan pastinya ketenangan. Sebab sekarang buah hatinya berada di bawah asuhan seseorang yg mulia dari suku Quraisy. Dari situlah Zaid dijuluki Zaid bin Muhammad.
Namun, tata tertib pengangkatan buah hati hal yang demikian gugur sesudah turunnya ayat yg membatalkannya. Yaitu surat al-Ahzab ayat 5. Bahwasanya, seorang anak lebih adil di sisi Allah S.W.T bila dipanggil dengan nama ayah kandungnya, bukan ayah angkatnya.
Haritsah sendiri juga ikut serta dalam perang Mu'tah. Sebelum pasukan Islam diberangkatkan, Rasulullah Saw sudah memilih 3 orang teman untuk mengemban amanah sebagai panglima dengan sistem bergantian, sekiranya panglima pertama gugur dalam medan perang, maka akan disambung oleh panglima kedua dan ketiga seterusnya. Ini adalah keputusan yang sebelumnya tak pernah Rasulullah lakukan.
3 orang teman hal yang demikian ialah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan seorang teman dari anshar, Abdullah bin Rawahah (seorang penyair Rasulullah).
Awal mula perang Mu'tah sendiri terjadi karena terbunuhnya utusan Nabi, yaitu Harits bin Umair. Utusan tersebut membawa amanah sepucuk surat dari Nabi untuk mengajak sang raja (gubernur) masuk islam.
Karena menolak, maka Harits bin Umair sang utusan dibunuh oleh Bani Ghassan yang kala itu menjadi gubernur Syam (Irak). Bani Ghassan sendiri menjadi gubernur karena diangkat oleh Raja Heraklius atau kekaisaran Romawi setelah perjanjian Hudaibiyah.
Karena utusan Nabi terbunuh, dan gubernur menolak masuk islam, maka nabi marah. Maka terjadilah perang Mu'tah pada awal 8 Hijriyah.
Dan disitulah Zaid ditunjuk menjadi pemimpin oleh Nabi. Dan pada perang itu pula Zaid bin Haritsah gugur dan mati syahid.
Komentar
Posting Komentar